Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 37 juta penduduk dunia mengidap alzheimer. Alzheimer adalah sebuah penyakit degeneratif akibat kematian sel-sel otak yang mengakibatkan penurunan fungsi kognitif kronis. Gejala klinis awal yang menandai alzheimer adalah demensia alias kepikunan.

Sebuah studi yang dilakukan Alzheimer Disease International menyebutkan penduduk yang mengidap demensia di Indonesia mencapai 606 ribu orang pada 2005.

Pasien terbanyak berada pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor risiko alzheimer.

Dokter spesialis saraf dari MRCCC Siloam Hospitals Semanggi dr Roul Sibarani SpS menjelaskan alzheimer belum ada obatnya. Namun, perkembangan penyakit itu bisa ditunda. Salah satu caranya dengan pendeteksian dan langkah pencegahan dini.

Deteksi dini membantu mengenali besarnya risiko seseorang terkena alzheimer. Hal itu diketahui dengan mendeteksi penurunan tingkat metabolisme glukosa di otak serta keberadaan substansi tidak wajar berupa amiloid pada otak. Pendeteksian dilakuan menggunakan alat Positron Emission Tomography (PET) Scan.

“PET Scan ini sudah umum digunakan dalam mendiagnosis penyakit kanker. Ternyata, teknologi ini juga bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi bagian otak. Tingkat sensitifitasnya antara 87-94% dan spesifitasnya antara 75-96%,” jelas Roul di MRCCC Siloam Hospitals, Jakarta, Senin (8/7).

Spesialis kedokteran nuklir dr Ryan Yudhistiro SpKN mengungkapkan PET Scan merupakan teknik pencitraan molekuler yang bersifat noninvasif dan efektif dalam memberikan informasi mengenai status molekuler dari suatu organ.

Untuk mendeteksi penurunan metabolisme (hipometabolisme) di otak, lanjut Ryan, digunakan bahan glukosa radioaktif, fluorodeoxyglucose, dalam dosis kecil yang disuntikkan ke tubuh pasien. Selanjutnya, pasien dipindai dengan alat PET Scan.

Pada otak pasien normal, hasil pencitraan berwarna biru. Sedangkan, pasien yang mengalami demensia hasil pencitraannya berwarna ungu, menandakan adanya hipometabolisme glukosa.

Lalu, dengan bantuan program komputer, hipometabolisme itu dianalisis untuk membedakan jenis demensia yang terjadi. Apakah karena alzheimer atau sebab lain.

"Hasil pemeriksaan itu signifikan dalam memprediksi kemungkinan seseorang terkena alzheimer di masa datang meski tidak mampu menjelaskan waktu yang tepat kapan penyakit tersebut akan melumpuhkan seorang pasien," terang Ryan.

Adapun untuk mendeteksi timbunan amiloid yang juga menjadi penanda alzheimer, metode yang ditempuh mirip. Hanya saja, zat radioaktif yang digunakan adalah jenis florbetapir.

Pada pemeriksaan tersebut, citra yang dihasilkan PET Scan langsung menunjukkan ada tidaknya timbunan amiloid pada otak.

Sumber: metrotvnews

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.